Waktuku.com – Peristiwa Rengasdengklok tak bisa dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Indonesia, terutama jika membahas tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Rengasdengklok sendiri merupakan sebuah aksi yang dilakukan oleh para golongan muda untuk menculik Soekarno dan Hatta sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan.
Golongan muda itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dan bertujuan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang.
Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok.
baca juga: Perjanjian Salatiga
1. Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok

Pada 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir mendengar kabar bahwa Jepang telah menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Karena itulah Sjahrir segera menemui Soekarno dan Mohammad Hatta.
Sutan Syahrir menemui mereka dengan maksud untuk menyampaikan kabar terkait Jepang yang telah menyerah. Saat itu, Soekarno dan Hatta baru saja pulang dari Vietnam pasca bertemu dengan Marsekal Terauchi.
Marsekal Terauchi adalah pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara. Soekarno dan Hatta dijanjikan kemerdekaan oleh Terauchi.
baca juga: Perjanjian Roem Royen
Mendengar hal tersebut, terjadilah silang pendapat antara Sutan Sjahrir, Soekarno dan Hatta. Sjahrir berpendapat bahwa kemerdekaan harus segera dideklarasikan. Sementara Soekarno dan Hatta belum yakin dan menunggu kepastian.
Soekarno dan Hatta tak ingin gegabah dan salah langkah untuk keputusan penting tersebut. Keduanya berpikir bahwa tak masalah apakah kemerdekaan Indonesia datang dari pemerintahan Jepang ataupun dari perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
Alasan mengapa mereka menganggap kedua kondisi itu tak masalah adalah karena intinya Jepang sudah kalah.
baca juga: Perjanjian Versailles
Setelah lepas dari Jepang, Soekarno dan Hatta memprediksi Indonesia akan menghadapi pihak yang berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda.
Oleh karena itulah menurut kedua Bapak Bangsa itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan dibutuhkan aksi yang terorganisasi.
Hal ini pula yang membuat Soekarno dan Hatta ingin mengadakan rapat dahulu dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Namun, golongan muda tidak sepenuhnya sepakat. Mereka tetap teguh pada pendirian dan mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan.
baca juga: Perjanjian Bongaya
2. Kronologi Peristiwa Rengasdengklok

Pada 15 Agustus 1945 malam di, golongan muda mengadakan rapat di Pegangsaan Timur, Jakarta.
Rapat itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dan menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat dan tidak tergantung pada pihak lain.
Sehingga pada pukul 22.00 malam di hari yang sama, Wikana dan Darwis selaku perwakilan golongan muda datang menemui Soekarno dan juga Hatta.
baca juga: Perjanjian Saragosa
Mereka masih mendesak agar kemerdekaan segera diproklamasikan esok hari, yakni tanggal 16 Agustus 1945. Jika tidak, maka akan terjadi kerusuhan.
Namun Soekarno tegas mengatakan bahwa ia sebagai ketua PPKI tak akan bertindak gegabah.
Keputusan Soekarno pun tidak berubah, ia tetap akan mengadakan rapat dengan PPKI terlebih dahulu di tanggal 16 Agustus 1945.
Setelah gagal mendesak Soekarno, golongan muda pun kembali mengadakan rapat.
baca juga: Perjanjian Renville
Kali ini, rapat dihadiri oleh Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Sukarni, dan yang lainnya.
Rapat tersebut memutuskan bahwa Soekarno dan Hatta akan dibawa ke luar kota dan diamankan demi menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.
Akhirnya pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 dini hari, Soekarno bersama Fatmawati dan putranya Guntur dibawa ke Rengasdengklok. Begitu juga dengan Hatta yang ikut dibawa.
Soekarno dan Hatta tiba di Rengasdengklok pada pukul 07.00 dan langsung disambut oleh seluruh anggota Pembela Tanah Air (PETA).
Rengasdengklok dipilih sebagai tempat untuk mengamankan Soekarno dan Hatta karena lokasi itu sudah dikuasai sepenuhnya oleh PETA. Sehingga jika ada tentara Jepang yang menuju tempat itu akan mudah untuk diketahui.
baca juga: Perjanjian Tordesillas
Tahap Akhir Peristiwa Rengasdengklok

1. Pencarian Soekarno dan Hatta
Pada pukul 08.00, Soebardjo mendapat kabar jika Soekarno dan Hatta telah hilang dari Jakarta. Setelah itu, Soebardjo langsung menelepon Markas Angkatan Laut Jepang dan memberitahu Laksamana Muda Tadashi Maeda bahwa Soekarno dan Hatta hilang.
Soebardjo khawatir mereka berdua diculik oleh penguasa militer Jepang dan keselamatannya terancam, karena itulah ia menelepon Maeda.
Mendapat laporan tersebut, Laksamana Maeda pun mengutus orang kepercayaannya yakni Nishijima untuk mencari informasi.
Nishijima kemudian menemui Wikana di rumahnya dan bertanya tentang keberadaan Soekarno dan Hatta.
baca juga: Perjanjian Kalijati
Wikana terlihat gugup dan gelisah ketika menjawab pertanyaan Nishijima terkait keberadaan Soekarno dan Hatta.
Setelah didesak cukup lama, Wikana mengatakan jika gerakan kemerdekaan harus diperjuangkan, bukan diberikan sebagai upah.
Wikana juga berkata bahwa ia akan mendatangkan Soekarno dan Hatta asalkan Laksamana Maeda menjamin keselamatan mereka. Laksamana Maeda pun akan mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kemudian barulah Soeardjo membujuk mereka untuk segera mengembalikan Soekarno dan Hatta ke Jakarta dengan memberikan jaminan bahwa kemerdekaan Indonesia akan segera terlaksana.
baca juga: Perjanjian New York
2. Berakhirnya Peristiwa Rengasdengklok
Selanjutnya, Soebardjo bersama dengan Sudiro dan Jusuf Kunto menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta, lalu membawa mereka segera kembali ke Jakarta.
Terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Ahmad Soebardjo dengan golongan muda yang diwakili Wikana. Keduanya pun bersepakat bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di Jakarta.
Dengan adanya kesepakatan itu, Soekarno dan Hatta diizinkan kembali ke Jakarta. Selanjutnya, pada hari itu juga dilakukan pembicaraan terkait rencana pelaksanaan deklarasi kemerdekaan di kediaman Laksamana Maeda.
baca juga: Perjanjian Giyanti
3. Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Di rumah Laksamana Maeda, persiapan proklamasi dilakukan dengan singkat dan seadanya. Awalnya, lokasi untuk merumuskan naskah proklamasi adalah di Hotel des Indes.
Akan tetapi rencana itu gagal karena adanya aturan jam malam yang ditetapkan oleh militer Jepang. Karena itulah yang dipilih akhirnya rumah Laksamana Maeda.
Tiang bendera yang digunakan untuk mengibarkan Bendera Pusaka pun dibuat dari sebilah bambu yang diberikan tali.
Kemudian naskah proklamasi itu sendiri diketik oleh Sayuti Melik, lalu digandakan dan disebarluaskan kepada seluruh rakyat.
Sebenarnya, beberapa jam sebelum pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, naskah proklamasi belum selesai diketik dan Soekarno juga masih berkutat memikirkan apa yang harus ditulis dalam naskah tersebut.
Selain itu, masih terjadi perdebatan mengenai kalimat yang tertuang dalam naskah proklamasi tersebut. Barulah pada pukul 04.00 dini hari, naskah selesai diketik oleh Sayuti Melik dan isinya dibacakan dengan lantang oleh Soekarno.
Selanjutnya, terjadi lagi perdebatan pada pukul mengenai nama siapa yang harus dicantumkan pada naskah tersebut. Perdebatan itu akhirnya dapat berakhir pada pukul 06.00 pagi.
Setelah semua perdebatan selesai, semua yang hadir di rumah Laksamana Maeda sepakat untuk berkumpul kembali pada pukul 10.00 untuk menyaksikan pembacaan proklamasi.
Bendera Pusaka pun dijahit sendiri oleh istri Soekarno, yaitu Fatmawati. Kain yang digunakan untuk Bendera Pusaka itu pun sebenarnya adalah kain untuk dijahit menjadi baju anak-anaknya.
Akan tetapi setelah mendengar bahwa kota Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom, Fatmawati berinisiatif untuk menjahit kain tersebut menjadi Bendera Pusaka untuk dikibarkan saat pembacaan proklamasi nantinya.
Akhirnya, pada 17 Agustus 1945, Soekarno pun membacakan naskah proklamasi dan menyatakan kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara.
Pembacaan itu kemudian dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih yang disaksikan oleh para hadirin yang datang saat itu.